sejarah 3 sosok patung universitas jember

Tahun 2010 di Universitas Jember tepatnya di Ujung dobleway atau depan kantor pusat ada penghuni baru, yaitu 3 Sosok Patung berdiri tegap. Patunng siapa saja itu? Tentu saja tokoh pendiri Universitas Jember.

Sempat ada revisi mengenai patung ini yang berkaitan dengan sejarah.
Berikut ini sejarah yang saya ambil dari tulisan di Diambil dari Jawa Pos, Radar Jember, Senin, 04 Mei 2009.
Tak banyak orang tahu, salah satu yang punya peran penting dalam pendirian Universitas Jember (Unej) yang dulunya bernama Universitas Tawang Alun (Unita) adalah Alm R. Soedjarwo. Saat Unita dirintis, dia menjabat sebagai Bupati Jember sekaligus merangkap sebagai Ketua DPRD Swatantra. Inilah penuturan Ir Suhardjo Widodo MS, putra keempat R. Soedjarwo yang juga menjadi saksi mata sejarah pendirian perguruan tinggi negeri di Jember.
Winardi Nawa Putra, Jember


Dalam konteks pembangunan Kabupaten Jember, Unej mempunyai peranan sangat strategis. Kampus yang terletak di Tegal Boto ini telah menjadi magnet luar biasa bagi pertumbuhan ekonomi di Jember. Telah banyak lulusan Unej yang menjadi pengusaha besar dan tokoh nasional. Unej telah melahirkan generasi bangsa yang punya kualitas andal dan diperhitungkan hingga ke kancah internasional.
Jumlah mahasiswa Unej sekarang ini lebih dari 20 ribu mahasiswa yang berasal dari berbagai daerah. Tentu ini merupakan potensi ekonomi yang luar biasa dalam meningkatkan perputaran uang yang masuk ke Jember. Keberadaan Unej sekaligus memberikan dampak pertumbuhan ekonomi yang luar biasa. Banyak usaha kos-kosan dan berbagai aktivitas usaha di sekitar kampus yang bermunculan. Tidak dapat dipungkiri, Unej memberikan wajah tersendiri bagi kota Jember sebagai salah satu kota pendidikan terpandang di Jawa Timur, selain Surabaya dan Malang.
Saat-saat rintisan pendirian perguruan tinggi di Jember, salah satu yang tahu banyak adalah Ir Suhardjo Widodo MS. Dia adalah putra keempat alm R. Soedjarwo, mantan bupati Jember yang juga salah satu perintis berdirinya Unej.
Menurut Suhardjo, periode cikal bakal pendirian Universitas Jember mulai tahun 1957-1964. “Ini diawali dengan munculnya gagasan tentang pentingnya suatu universitas di kota Jember. Tokoh yang mempunyai gagasan tersebut adalah dr R. Achmad, R. Th. Soengedi, dan M. Soerachman,” ujarnya.
Ketiga tokoh tersebut akhirnya berhasil mendirikan Yayasan Tawang Alun. Tujuan pokok yayasan tersebut adalah mendirikan Universitas swasta Tawang Alun (Unita). Pada waktu, Unita berdiri baru memiliki sebuah fakultas, yakni Fakultas Hukum.
“Pada masa itu, Unita belum mempunyai gedung, masih menempati Gedung Nasional Indonesia (GNI) Jember dan Sekolah Menengah Pertama Katolik Putra Jember,” kisahnya.
Memasuki tahun 1959, ujar pria kelahiran 21 Mei 1949 ini, tuntutan kepada Unita untuk terus berkembang semakin besar. Maka, atas permintaan warga Unita, pada 26 Januari 1959, R. Soedjarwo diangkat sebagai Ketua Yayasan Unita.
“Secara kebetulan, pada periode 1957 sampai dengan 1964, R. Soedjarwo menjabat sebagai Bupati Jember dan merangkap sebagai Ketua DPRD Swatantra,” ujarnya. Boleh dikata, sebagai Bupati Jember waktu itu, R. Soedjarwo mempunyai perhatian cukup besar terhadap pembangunan pendidikan di Kabupaten Jember.
Ini mengingat bahwa anggaran pemerintah saat itu masih sangat terbatas. Atas kenyataan itu, untuk menunjang bidang pendidikan, R. Soedjarwo bersama tokoh-tokoh masyarakat kemudian mendirikan Yayasan Pendidikan Kabupaten Jember (YPKD) dengan menggali dana dari masyarakat untuk menunjang dunia pendidikan.
“Salah satu cara yang unik dalam mengumpulkan dana, R. Soedjarwo minta sumbangan dari masyarakat Kabupaten Jember berupa buah kelapa dan botol kosong untuk dijual. Selanjutnya dananya dipergunakan untuk membantu Unita dan sekolah-sekolah yang lain,” ujar bapak berputra dua ini.
Dia ingat betul, saat itu dia masih duduk di bangku SMP. Dengan usaha tersebut, lanjut dia, R. Soedjarwo di kalangan masyarakat terkenal sebagai Bupati Botol Kosong.
Beberapa sekolah yang sempat dibantu pembangunannya oleh YPKD antara lain, Gedung SGA yang sekarang ditempati MAN II, gedung SMA I, SMEA, SKP yang sekarang ditempati SMPN 11 Jember, STM yang sekarang menjadi SMPN X , PGA, dan SPPMA. “Serta tidak kurang 50 gedung Sekolah Rakyat (SD) termasuk gedung Asrama Putri di Jalan PB Sudirman yang dibantu,” ujarnya.
Untuk membesarkan Unita, R. Soedjarwo kemudian membantu mendirikan gedung kampus Unita yang ada di jalan PB Sudirman seluas 656 meter persegi. Gedung tersebut dibangun di atas tanah seluas 2.160 meter persegi dengan biaya pembangunan sebesar Rp 23.243,66.
“Dana tersebut bersumber dari dana YPKD. Sejak tahun 1960, Unita semakin berkembang. Jumlah fakultas, satu demi satu bertambah. Meliputi, Fakultas Sosial Politik, Fakultas Kedokteran, Fakultas Keguruan Ilmu Pendidikan dan Fakultas Pertanian,” tambahnya.
Seiring perjalanan waktu, untuk menambah prasarana kampus, Unita mengundang USAID untuk mendapatkan sumbangan berupa alat laboratorium dan buku-buku. “Kampus Universitas Jember di Tegal Boto, sebenarnya sudah diimpikan R. Soedjarwo. Saat itu tahun 1960, Tegal Boto masih berupa daerah terpencil bagaikan “pulau mati” dan tidak bisa dijangkau transportasi darat,” ujarnya.
Untuk membuka daerah tersebut, R. Soedjarwo mulai membangun jembatan di jalan PB Sudirman arah ke Jalan Mastrip pada 1961. “Jembatan tersebut baru selesai tahun 1976 dan hingga kini dikenal sebagai jembatan Jarwo, ” ujarnya.
Nah, awal 1961 Yayasan Unita mulai merintis upaya agar Unita bisa berstatus negeri. Untuk itu, R. Soedjarwo mengadakan koordinasi dengan segenap pengurus yayasan, pengurus Unita, tokoh-tokoh daerah, termasuk anggota DPRD.
“Sidang DPRD pada 19 April 1961 akhirnya menghasilkan keputusan menetapkan resolusi,” ujarnya. Resolusi tersebut isinya menyangkut beberapa hal. Pertama, tentang memperkuat ide pembukaan Fakultas Kedokteran, kedua mengirim delegasi yang terdiri dari Ketua DPRD menghadap Pemerintah Pusat, dan ketiga Universitas Tawang Alun agar diakui sebagai Universitas Negeri.
“Langkah selanjutnya, Yayasan Unita mengirim beberapa delegasi untuk menghadap Menteri PTIP waktu itu dipegang Prof Mr Iwa Kusumasumantri,” ujarnya.
Hasilnya memberikan harapan baru, pemerintah akan menegerikan Unita bersama-sama dengan Unibraw pada 20 Mei 1962. Untuk menyongsong rencana tersebut, ujar suami EM Evi ini, Yayasan Unita kemudian mengirim kembali delegasinya pada 14-24 Maret 1962. Namun di luar dugaan, telah terjadi pergantian Menteri PTIP, yaitu Prof Dr Ir Thoyib Hadiwidjaja yang mempunyai kebijakan baru bahwa tidak membenarkan penegerian dua universitas dalam satu provinsi secara bersamaan. Akibat penundaan penegerian Unita tersebut, Unita akhirnya diintegrasikan ke Universitas Brawidjaya Malang berdasarkan SK Menteri PTIP No1, tertanggal 5 Januari 1963. Hal ini menimbulkan keresahan bagi masyarakat Jember dan mahasiswa Unita khususnya.
Melihat hambatan tersebut R. Soedjarwo terus berusaha dengan mengirim delegasi ke Jakarta hingga mendapat dukungan dari DPRD untuk mendesak pemerintah pusat untuk menegerikan Unita menjadi universitas negeri secepatnya. “Jerih payah R. Soedjarwo dengan dibantu pihak-pihak terkait, akhirnya membuahkan hasil dengan terbitnya SK Menteri PTIP No 153 tahun 1964 tertanggal 9 November 1964 tentang Didirikannya Sebuah Universitas Negeri Jember,” paparnya.
“Sejak Unita menjadi Universitas Negeri R. Soedjarwo tidak aktif dalam mengembangkan Universitas Jember,” ujarnya. Menurut Suhardjo, dalam perkembangan Universitas Jember hingga maju pesat dan menjadi besar hingga berskala nasional tidak lepas dari peran dua Rektor terakhir yaitu Prof Dr Kabul Santoso MS dan Dr Ir T Sutikto MSc.
Tahun ini Universitas Jember akan berdies natalis ke-45. Melihat perjalanan Universitas Jember hingga maju pesat seperti ini, tak salah jika dalam dies natalis tersebut ada suatu apresiasi yang memadai bagi founding fathers Universitas Jember yang telah bersusah payah membangun pendidikan di Jember. 

Posted in Uncategorized | Leave a comment

sasaran pendidikan luar sekolah

 Sasaran pendidikan Luar Sekolah(PLS)

 
1. Pendidikan Luar sekolah untuk Pemuda
    sebab-sebab timbul nya:
    a.banyak anak anak usia sekolah tidak memperoleh pendidikan sekolah yang cukup
    b.mereka memperoleh pendidikan tradisional
    c.mereka memperoleh latihan kecakapan khusus melalui pola pola pergaulan
   d.mereka di tuntut mempelajarinorma-norma dan tanggung jawab sebagai sangsi dari masyatrakat

2.Kelompok-Kelompok Kegiatan Pendidikan Luar Sekolah antara lain:
   a.klub pemuda
   b.klub-klub pemuda tani
   c.kelompok pergaulan

3. Pendidikan Luar Sekolah untuk Orang Dewasa
    a. pendidikan ini timbul oleh karena:
       1.orang dewasa tertarik terhadap profesi kerja
       2.orang dewasa tertarik terhadap keahlian
    b.dalam rangka memperolehpendidikan di atas dapat ditempuh melalui:
       1.kursus-kursus pendek
       2.In service training
       3.surat-menyurat 

Posted in Uncategorized | Leave a comment

Bagaimana menjadi fasilitator yangbaik?

SIKAP PERILAKU DAN KOMPETENSI AKADEMIK

1. SIKAP DAN PERILAKU FASILITATOR

Secara garis besar sikap dan perilaku fasilitator berkaitan dengan disiplin dan kepemimpinan, bagaimana fasilitator mengolah waktu, tanggung jawab, membangun jejaring kerja serta bagaimana memperlakukan peserta didik secara proporsional.

Faktor integritas berkaitan dengan kejujuran, ketegasan dan kepatuhan pada norma dan etika, sedangkan kerjasama dan prakarsa berkaitan sekali dengan bagaimana fasilitator mau menerima pendapat yang berkembang dalam proses belajar mengajar, tidak mendikte atau mendominasi kelas, mampu mengajukan pertanyaan dan memberikan saran secara berimbang, mampu mengendalikan diri sesuai dengan situasi dan lingkungan.

 

Pemahaman terhadap sikap dan perilaku yang baik akan bermuara pada pencapaian tujuan pembelajaran sebagaimana yang diharapkan dalam proses belajar mengajar orang dewasa.

 

2. KOMPETENSI AKADEMIK

 a. Penguasaan substansi materi ajar.

Sebagaimana telah diuraikan dalam pendahuluan bahwa agar peserta didik dapat menemukan sendiri isi materinya, terlebih dahulu seorang fasilitator berkewajiban untuk menyampaikan/memberikan materi pelajaran, baik dalam pengertian yang lengkap maupun secara garis besar dari content materi yang ada. Untuk dapat menawarkan materi tersebut secara baik tentunya substansi materi ajar harus dikuasai.

 

Untuk dapat melakukan pengajaran dengan baik sehingga muatan substansinya dapat terarah sesuai dengan tujuannya, maka seorang fasilitator harus mampu membuat skenario pembelajaran agar dapat  melakukan penyajian secara sistematis dengan cara menyusun :

1.     Garis-Garis Besar Program Pembelajaran (GBPP) yang merupakan uraian-uraian pokok setiap materi ajar dan mengandung komponen-komponen deskripsi singkat, tujuan pembelajaran, pokok bahasan, indikator hasil belajar, metode, media, waktu yang dibutuhkan, serta sumber kepustakaan.

2.     Satuan Angka Pelatihan (SAP), merupakan jabaran lebih rinci dari GBPP diatas yang memuat mata pelatihan, deskripsi singkat, tujuan pembelajaran, pokok dan sub pokok bahasan, alokasi waktu, serta strategi penyajian yakni kegiatan yang berisi langkah-langkah penyajian tiap materi, alokasi waktu yang dibutuhkan tiap langkah,  serta media yang dipakai.

Dengan menyusun GBPP dan SAP diharapkan fasilitator dapat mengantarkan materi ajar dengan baik dan tidak kehilangan materi ajar karena waktu.

 KEMAMPUAN MELAKUKAN KOMUNIKASI

Komunikasi secara umum dapat diartikan sebagai proses penyampaian informasi dari komunikator kepada komunikan dengan menggunakan media dan cara penyampaian informasi yang difahami oleh kedua fihak, serta saling memiliki kesamaan arti lewat transmisi pesan secara simbolik ( Marpaung : 5). Sebagai suatu proses penyampaian informasi, para individu yang terlibat dalam kegiatan komunikasi khususnya komunikator perlu merancang dan menyajikan informasi yang benar dan tepat sesuai setting komunikasi, dan informasi tersebut disajikan dengan mengunakan bahasa yang sesuai dengan situasi komunikasi dan tingkat nalar penerimaan lawan komunikasi.

 

Dalam tataran awal pembelajaran, komunikasi awal yang dilakukan adalah menghilangkan “barier komunikasi” antar peserta  dalam kelompok belajar dengan menciptakan komitmen belajar dalam kelompok. Dengan komitmen belajar ini dapat diciptakan suasana pembelajaran yang lebih kondusif sehingga semua fihak memperoleh manfaat yang optimal dari proses pembelajaran yang berlangsung sehingga tercipta proses pembelajaran yang berkualitas.

Untuk lebih meningkatkan jalinan komunikasi, akan lebih baik lagi apabila fasilitator mengetahui kecenderungan gaya belajar para peserta, sehingga dapat memanage peserta dengan lebih baik.

Berdasarkan buku Kajian Paradigma ada 4 (empat) gaya belajar (Kajian Paradigma 2005:16) yakni :

1.         Diverger, dengan gaya belajar ini sangat tepat dalam melihat situasi konkrit dari berbagai sudut pandang. Pendekatan yang dilakukan lebih pada mengamati daripada mengambil langkah tindakan.

2.         Assimilator, dengan gaya belajar ini lebih tepat dalam memahami sejumlah besar informasi dan mengartikannya ke dalam bentuk yang konkrit dan logik.

3.         Converger, dimana gaya belajar ini lebih tepat menemukan penggunaan-penggunaan praktis atas ide-ide dan teori-teori.

4.         Accomodator, yaitu tipe yang mempunyai kemampuan untuk belajar dari pengalaman lainnya.

 

Dengan memahami gaya belajar peserta, fasilitator akan mengetahui kelemahan dan kekuatan  dan kemudian akan mendapatkan manfaat yang besar.

 

Berkaitan dengan kemampuan melakukan komunikasi, secara umum keberhasilan komunikasi dipandang dari ketercapaian tujuan komunikasi yang dapat dinilai dari :

1.         Kepercayaan penerima pesan terhadap komunikator serta ketrampilan komunikator berkomunikasi sesuai tingkat nalar komunikan.

2.         Daya tarik pesan dan kesesuaian pesan dengan kebutuhan komunikan.

3.         pengalaman yang sama tentang isi pesan antara komunikator dengan komunikan.

4.         Kemampuan komunikan menafsirkan pesan, kesadaran, dan perhatian komunikan akan kebutuhannya atas pesan yang diterima.

5.         Setting komunikasi yang kondusif (nyaman, menyenangkan dan menantang).

6.         Sistem penyampaian pesan berkaitan dengan metoda dan media yang sesuai dengan jenis indera penerima pesan.

Penguasaan komunikasi yang baik antara fasiliator dengan peserta didik yang dilatar belakangi gaya belajar masing-masing akan mengantarkan pada tujuan pembelajaran sebagaimana yang diharapkan.

KEMAMPUAN MELAKUKAN PRESENTASI.

Presentasi khususnya presentasi lisan merupakan bagian komunikasi dimana dalam proses komunikasi ini ada inti yang dikomunikasikan (content), ada proses komunikasi (metoda), dan media penyajian ( alat bantu). Presentasi adalah komunikasi antara penyaji (presenter) dengan sekelompok pendengar (audience) dalam situasi teknis, saintifik atau profesional untuk satu tujuan tertentu dengan menggunakan teknik sajian dan media presentasi yang terencana ( Marpaung :13).

 

Kegagalan utama dalam presentasi biasanya terjadi karena bahan/data sajian kurang lengkap, urutan dan pengorganisasian serta isi penyajian tidak jelas, pemilihan kata, pengucapan dan intonasi bahasa kurang jelas, penjelasan isi yang bertele-tele kurang fokus akibat penyaji tidak meringkas sari presentasi, data tidak tepat dan bahkan sudah out of date, penyaji kurang menguasai teknik presentasi dengan baik karena kurang latihan serta gangguan suara lain pada saat dilakukan presentasi.  

Sebaliknya bagaimanakah agar presentasi dapat berjalan sesuai dengan yang diharapkan ?. 

Untuk memaksimalkan suatu presentasi penyaji harus mengusahakan agar presentasinya menarik peserta sejak awal, sajikan presentasi secara sistematis dan jelas. Penjelasan yang diberikan diberikan harus sesuai dengan tingkat nalar pendengar, sajikan dengan bukti yang cukup dan berikan contoh yang dapat mendukung argumentasi penyaji, dan tentukan tindak lanjut.

Beberapa tahapan yang dilakukan :

  1. Tahapan persiapan.
  2. Tahapan penyajian lesan.

 

Pada tahap persiapan  dilakukan analisis  pendengar dan situasi penyajian lesan. Analisis pendengar berkaitan dengan siapa dan bagaimana kaitannya dengan pendengar ( kelompok usia, latar belakang pendidikan, jumlah peserta), sedangkan situasi penyajian berkaitan dengan situasi (setting) tempat penyajian yang akan digunakan (setting waktu, alat bantu yang tersedia).

 

Tahap penyajian lesan berkaitan dengan bagaimana menentukan tujuan presentasi dari aspek kebutuhan pendengar (apakah bidang seni, pengetahuan, politik atau yang lainnya). Berkaitan dengan alokasi waktu prioritaskan mana yang “must know, should know dan nice to know”.

Kembangkan tujuan yang SMART sesuai dengan latar belakang pendengar dan hasil yang ingin dicapai.

 

Beberapa langkah yang harus dilakukan adalah :

  1. Tahap pengumpulan bahan penyajian lesan.
  2. Tahap seleksi dan penentuan inti presentasi.
  3. Tahap memilih, mengembangkan dan menggunakan alat bantu.
  4. Tahap pengembangan pembukaan presentasi.
  5. Tahap penutup suatu penyajian lesan.
  6. Tahap latihan  penyajian “gladi bersih”.
  7. Tahap penyajian presentasi lisan.

 

Pada saat penyajian berlangsung senantiasa pikirkan isi penyajian (content), siapa pendengar anda (audience) dan apa tujuan penyajian anda (purpose).

Gunakan kartu anda, berikan perhatian kepada seluruh audience, sajikanlah presentasi yang hidup, antusias, bersahabat dan sikap yang tulus. Jadilah anda diri sendiri, sesuaikan volume dengan kapasitas ruangan, tukarlah posisi selama penyajian, variasikan antara duduk, berdiri dan bergerak, bicaralah lambat, variasikan kecepatan bicara anda, volume suara dan intonasi, sajikan isi informasi berdasarkan kemampuan peserta.

 

Awali dengan perkenalan secara singkat, fokuskan pada tema penyajian serta latar belakang judul, sebab saat itulah anda memotivasi pendengar terhadap sajian anda. Sajikan dengan urutan focusing tentang topik yang akan disajikan, Informing tentang isi topik sajian, dan defocusing yakni rangkuman apa yang baru dsajikan.

Gunakan alat bantu yang telah dipersiapkan dan dikuasai penggunaanya, dan akhiri ucapan terima kasih.

 

Waktu yang disediakan agar dialokasikan:

a.     Pembukaan (introduction) sekitar 10 % dari total waktu.

b.     Paparan inti penyajian (content of talk) 75 – 85 % dari total waktu.

c.      Penutup (closing)  5 % dari total waktu.

d.     Tanya jawab dapat pada saat presentasi atau akhir penyajian.

PENGUASAAN STRATEGI PEMBELAJARAN.

Roestiyah dalam “Strategi belajar mangajar” menyatakan bahwa salah satu langkah untuk memiliki strategi harus menguasai teknik penyajian, yang biasanya juga disebut sebagai metode mengajar.Teknik penyajian adalah suatu pengetahuan tentang cara-cara mengajar yang dipergunakan oleh instruktur, atau teknik yang dipergunakan untuk menyajikan bahan pelajaran agar dapat dipahami oleh peserta didik.

 

Dalam pendidikan orang dewasa dimana pengajar berfungsi sebagai fasilitator / teman belajar (co-learner), proses pembelajaran yang baik adalah pembelajaran yang memungkinkan para pembelajar aktif melibatkan diri dalam keseluruhan proses baik secara mental maupun secara fisik, yang lebih dikenal dengan pembelajaran interaktif.

Model pembelajaran ini mempunyai ciri-ciri sebagai berikut :

  1. Adanya variasi kegiatan klasikal, kelompok dan perorangan;
  2. Keterlibatan mental (pikiran dan perasaan) siswa/ peserta didik tinggi;
  3. Dosen/ Instruktur/Tutor berperan sebagai fasilitator, narasumber serta manajer kelas yang demokratis;
  4. Menerapkan pola komunikasi banyak arah;
  5. Suasana klas yang fleksibel, demokratis, menantang dan tetap terkendali oleh tujuan;
  6. Potensial dapat menghasilkan instruksional dan dampak pengiring lebih efektif;
  7. Dapat digunakan di dalam dan di luar kelas/ ruangan.

 

Teknik penyajian  atau model penyajian adalah sebagai berikut :

1.      Model berbagi informasi yang tujuannya menitik beratkan pada proses komunikasi dan diskusi melalui interaksi argumentatif yang sarat penalaran. Termasuk dalam rumpun ini adalah Model orientasi, model Sidang Umum, model Seminar, model Konferensi kerja, Simposium, model Forum dan model  Panel.

2.      Model belajar melalui pengalaman yang tujuannya menitik beratkan pada proses pelibatan dalam situasi yang memberi implikasi perubahan perilaku yang sarat nilai dan sikap sosial. Termasuk di dalamnya adalah Model Simulasi, model bermain peran (role playing), model sajian situasi.

3.      Model pemecahan masalah yang tujuannya menitik beratkan pada proses pengkajian dan pemecahan masalah melalui interaksi dialogis dalam situasi yang sarat penilaian induktif. Termasuk dalam rumpun ini adalah model Curah pendapat, model Riuh Bicara, model Diskusi Bebas, model Kelompok, model Okupasi, dan model Studi kasus.

Dalam proses pembelajaran ini akan dicontohkan beberapa model yang berkaitan model berbagi informasi, model belajar melalui pengalaman, dan model pemecahan masalah yaitu :

  1. Model Seminar.
  2. Model Panel.
  3. Model Simulasi, Model Bermain Peran
  4.  Model Curah Pendapat, Model Diskusi Bebas.

 

1. MODEL SEMINAR.

Seminar adalah kegiatan belajar mengajar yang melibatkan sekelompok orang yang mempunyai pengalaman dan pengetahuan yang mendalam atau dianggap mendalam tentang sesuatu hal, dan membahas hal tersebut bersama-sama dengan tujuan agar setiap peserta dapat saling belajar dan berbagi pengalaman dengan rekannya.

Dengan demikian maka kata kunci seminar adalah :

  1. Sekelompok orang (peserta didik, pakar, pengajar);
  2. Memiliki pengatahuan dan pengalaman mendalam (expert)
  3. Saling belajar dan berbagi pengalaman.

Dalam proses belajar mengajar penekanan pada “belajar untuk dapat menjadi seorang expert dengan segala sifat dan atributnya”.

 

l      Mengapa model ini dipilih?

Ada beberapa hal yang ditemukan apabila model ini dipilih yaitu berpikir runtut dan logis, dialog secara rasional dan tidak emosional, memiliki keberanian mengemukakan pendapat di depan umum.

 

Secara teoritik seminar lebih banyak dipengaruhi oleh teori belajar kognitif dimana belajar merupakan proses yang melibatkan perubahan persepsi dan pemahaman tentang sesuatu hal dalam diri peserta didik. Seminar juga banyak dipengaruhi teori humanistik yang sangat mementingkan pengalaman dalam proses penumbuhan pengetahuan dan sikap peserta.

 

Sebagai proses belajar bersama  yang memberikan sajian, peserta bertanya peserta lain mendengarkan, dan pada akhir ada kesimpulan dan bahkan ada rekomendasi sepanjang ada sesuatu yang harus ditindak lanjuti.

Pada saat disampaikan pandangan, ada yang meminta penjelasan dan klarifikasi, ada yang mendengarkan dan menyimak, sebagian menyetujui dan bahkan ada yang berpendapat lain menyangkut pandangan. Seminar hakekatnya adalah teori belajar kognitif.

l      Kekuatan dan kelemahan model seminar.

         Kekuatan:

1)     Membantu pengajar melatihkan pertumbuhan sikap positif dalam diri peserta didik, sekaligus memperkaya pengetahuan mereka disuatu bidang ilmu.

2)     Memberikan kesempatan untuk berinteraksi secara kreatif dengan orang lain.

           Adapun kelemahan:

1)     Model ini hanya dapat dilakukan apabila peserta didik telah mengatahui teori-teori tentang topik seminar.

2)     Sulit digunakan dalam kondisi yang tidak kondusif (suasana tidak demokratis, peserta cenderung diam).

l      Pengorganisasian dalam seminar  :

1)     Topik pembicaraan yang diangkat dari tema dan tujuan.

2)     Ada penyaji/pembicara, pembahas dan peserta.

3)     Moderator yang bertugas sebagai pengatur lalu lintas pembicaraan serta penyimpul kesimpulan.

4)     Notulis

5)     Narasumber

6)     Pembicara tamu (keynote speaker).

 

l      Langkah-langkah:

a.     Moderator memperkenalkan topik seminar, pembicara dan menjelaskan aturan main.

b.     Pembicara menyajikan makalah.

c.      Moderator mengatur dialog dan tanya jawab, peserta bertanya, pembicara menanggapi.

d.     Moderator menyimpulkan hasil diskusi.

e.     Notulis merangkum hasil.

 

2. MODEL PANEL.

Diskusi panel merupakan salah satu bentuk diskusi yang melibatkan beberapa pembicara kunci yang disebut panelis. Dengan dipandu oleh Moderator, para panelis mencoba membahas masalah-masalah kontroversial yang potensial mengundang pendapat yang bertentangan.

Pengertian kontroversial adalah masalah yang timbul yang menimbulkan berbagai tanggapan dilihat dari berbagai segmen tertentu. Dengan demikian untuk menyatakan sesuatu sebagi kontroversial harus mempunyai dasar teori tertentu.

Model ini dapat dilakukan dalam bentuk yang rieel maupun simulatip bergantung pada hakikat masalah yang dibahas.

 

  • Mengapa diskusi panel ?

Latar belakang pengetahuan dan lingkungan akan mempengaruhi seseorang dalam melihat suatu permasalahan, sehingga tidak dapat dihindari adanya kontroversi pendapat atau lebih dikenal dengan pendapat yang saling bertentangan.

 

Kemampuan kontroversial ini perlu dilatihkan dan dibiasakan agar nantinya menjadi dapat warganegara yang toleran terhadap perbedaan pendapat. Hasil ini merupakan esensi dari nilai demokratis yang  harus ditumbuh kembangkan dalam masyarakat.

 

¨            CIRI model Diskusi Panel.

  1. Topik berbagai masalah yang kontroversial.
  2. Jumlah peserta 20 – 40 orng.
  3. Panelis ditunjuk dari peserta dan sebagai pembicara (bisa 2 orang).
  4. Ada moderator yang mengatur lalu lintas pembicaraan.
  5. Panelis dan moderator dipilih floor.
  6. Ada peserta yang ditunjuk sebagai pengamat.

 

Langkah-langkah.

1)     Pada tahap pendahuluan moderator memperkenalkan topik dan panelis serta menjelaskan aturan main.

2)     Moderator menyampaikan ilustrasi masalah sesuai topik, meminta pendapat kepada semua panelis dan menggali lebih dalam pendapat panelis terhadap pertanyaan.

3)     Moderator mengundang pendapat peserta dan memandu respon dari panelis terhadap semua pertanyaan peserta.

4)     Moderator menyimpulkan hasil diskusi dan menutup diskusi.

5)     Pengamat memberikan pandangan tentang jalannya diskusi.

 

3. Model SIMULASI.

Model ini bertujuan untuik melatih peserta untuk mengembangkan berbagai ketrampilan baik intelektual, sosial, motork melaui situasi buatan sehingga bebas resiko.

Simulasi adalah melakukan peragaan, visualisasi, mempraktekkan, sehingga dilihat dari partisipasi sangat tinggi.

Tujuan simualsi untuk mempraktekkan tanpa mendapatkan resiko.

Bentuk simualsi ditentukan oleh tujuan yaitu skills yang diharapkan.

¨                  CIRI

1)     Peserta 5 – 10 orang

2)     Topik ketrampilan.

3)     Persiapan dengan menentukan ketrampilan yang akan disimulasikan.

4)     Menyusun skenario dan prosedur kegiatan.

5)     Menyiapkan alat-alat, membagi kelompok dan menyiapkan lembar kerja.

6)     Pada tahap pelaksanaan menjelaskan skenario simulasi.

7)     Melakukan kegiatan inti yakni menyajikan model ketrampilan yang akan disimulasikan.

8)     Diakhiri dengan kelompok mendemonstrasikan ketrampilan yang dilatih dan kelompok lain mengamati dan memberikan komentar.

 

 

 

 

4. Model CURAH PENDAPAT.

Curah pendapat atau brainstorming adalah cara mendapatkan ide yang banyak dari sekelompok orang dalam waktu singkat.

Tujuan mengembangkan daya imajinasi dan juga mengembangkan daya kreativitas berpikir.

Berpikir kreatif adalah cara berpikir dengan menggunakan berbagai alternatif.

 

Dalam berpikir kreatif dikenal dua model yaitu divergent dan convergent.

Divergent berpikir dengan kegiatan analytical yaitu temuan baru, sedangkan convergent pertanyaanya adalah bagaimana kita melaksanakan.

¨                  CIRI.

1)     Jumlah peserta tidak terlalu besar, paling besar 15 orang.

2)     Setiap peserta bebas mengemukakan gagasan yang muncul di benaknya.

3)     Stiap gagasan akan diterima dan diinvetarisasi dan peserta lain tidak boleh memberikan komentar langsung.

4)     Semua peserta mendiskusikan dan mengevaluasi gagasan yang sudah diinventarisir.

5)     Selanjutnya ditemukan gagasan tertentu yang dianggap baik (feasible).

6)     Inventarisasi gagasan dengan [pengelompokan gagasan yang feasible dilakukan, gagasan yang layak diperhatikan dan gagasan yang kontroversial.

7)     Waktu 45 – 60 menit.

 

Dengan strategi pembelajaran yang dikuasai oleh fasilitator sebagaimana tersebut diatas akan memungkinkan para pembelajar aktif melibatkan diri dalam keseluruhan proses baik secara mental maupun fisik.

Posted in Uncategorized | Leave a comment

fungsi dan tugas tutor, fasilitator dalam pendidikan orang dewasa

FUNGSI TUTOR DAN FASILITATOR

. TUTOR
Tutorial merupakan bantuan belajar dalam upaya memicu dan memacu kemandirian, disiplin, dan inisiatif diri siswa dalam belajar dengan minimalisasi intervensi dari pihak pembelajar yang dikenal sebagai Tutor.
Tutor sangat berpengaruh terhadap proses pembelajaran orang dewasa. Tutor memasuki kelas dengan bekal sejumlah pengetahuan dan pengalaman. Pengetahuan dan pengalaman ini seharusnya melebihi dari yang dimiliki oleh peserta.
Tutor berfungsi untuk: (1) membangkitkan minat siswa terhadap materi yang sedang dibahas, (2) menguji pemahaman siswa terhadap materi pelajaran, (3) memancing siswa agar berpartisipasi aktif dalam kegiatan tutorial, (4) mendiagnosis kelemahan-kelemahan siswa, dan (5) menuntun siswa untuk dapat menjawab masalah yang sedang dihadapi.
Tutor perlu menguasai secara terampil sejumlah keterampilan dasar tutorial, yakni: (1) membuka dan menutup tutorial; (2) bertanya lanjut; (3) memberi penguatan; (4) mengadakan variasi; (5) menjelaskan; (6) memimpin diskusi kelompok kecil; (7) mengelola kelas; dan (8) mengajar kelompok kecil dan perorangan.
Tugas utama tutor adalah memberikan bantuan atau bimbingan belajar yang bersifat akademik kepada siswa untuk kelancaran proses belajar mandiri mahasiswa secara perorangan atau kelompok berkaitan dengan materi ajar.
Sedangkan peran utama tutor dalam tutorial adalah: (1) “pemicu” dan “pemacu” kemandirian belajar siswa, berpikir dan berdiskusi; dan (2) “pembimbing, fasilitator, dan mediator” siswa dalam membangun pengetahuan, nilai, sikap dan keterampilan akademik dan profesional secara mandiri, dan/atau dalam menghadapi atau memecahkan masalah-masalah dalam belajar mandirinya; memberikan bimbingan dan panduan agar siswa secara mandiri memahami materi; memberikan umpan balik kepada siswa secara tatap muka atau melalui alat komunikasi; memberikan dukungan dan bimbingan, termasuk memotivasi dan membantu siswa mengembangkan keterampilan belajarnya.

2. FASILITATOR
Fasilitator adalah seseorang yang melakukan fasilitasi, yakni membantu mengelola suatu proses pertukaran informasi dalam suatu kelompok.
Peranan fasilitator adalah untuk membantu ”bagaimana diskusi berlangsung”. Tanggung jawab fasilitator adalah untuk lebih mengarahkan perhatian pada kelangsungan ”perjalanan” daripada terhadap ”tempat tujuan”.
Fasilitator tidak mendefinisikan isi (misalnya menetapkan tujuan, menganalisis topik tertentu, membuat rencana, atau melaksanakan), hanya mengatur proses. Fasilitator hanyalah pemimpin proses saja, mereka tidak memiliki kewenangan untuk membuat keputusan, atau memberikan kontribusi terhadap substansi diskusi. Tugas fasilitator adalah memandu proses dalam kelompok, membantu anggota kelompok memperbaiki cara mereka berkomunikasi, menyelidiki dan memecahkan masalah dan membuat keputusan.
Secara umum pengertian “facilitation” (fasilitasi) dapat diartikan sebagai suatu proses “mempermudah” sesuatu dalam mencapai tujuan tertentu. Sedangkan orang yang “mempermudah” disebut dengan “Fasilitator” (Pemandu).
Seorang fasilitator dapat memenuhi berbagai jenis kebutuhan yang berbeda dalam bekerja dengan peserta belajar. Hal ini ditentukan oleh tujuan peserta belajar untuk datang dan berkumpul bersama, serta segala sesuatu yang diharapkan dari individu yang akan bertindak sebagai fasilitator.
Fasilitator adalah mereka yang ditugasi untuk melakukan fasilitasi dalam proses pembelajaran. Sebutan fasilitator biasanya digunakan dalam proses pembelajaran orang dewasa, dan metoda yang dipakai dalam proses ini adalah metoda andragogi. Metoda ini dirancang mengacu pada pendidikan orang dewasa, suatu model pendidikan yang mengutamakan penggalian, pendalaman, pengembangan, pengalaman dan potensi individu secara optimal.
Tugas fasilitator dalam sebuah proses pembelajaran orang dewasa hakekatnya mengantarkan peserta didik untuk menemukan sendiri isi atau materi pelajaran yang ditawarkan atau yang disediakan melalui /oleh penemuannya sendiri.
Adapun Kriteria Fasilitator sebagai berikut :
a. Menguasai materi.
b. Menguasai metodologi pembelajaran orang dewasa.
c. Memiliki kemampuan sebagai fasilitator.
d. Memiliki kemampuan pengelolaan kelas yang baik.
e. Mampu berkomunikasi secara efektif.

Kriteria fasilitator, yaitu :
a. Demokrasi: Fasilitator mampu mendorong setiap orang untuk mempunyai kesempatan yang sama untuk ikut ambil bagian dalam proses belajar dimana dia menjadi peserta, perencanaan untuk pertemuan apa saja terbuka luas dan dilakukan secara bersama-sama oleh fasilitator dan para peserta, agenda dirancang untuk memenuhi kebutuhan para peserta dan terbuka terhadap perubahan-perubahan para peserta, dan untuk jangka waktu selama fasilitator bekerja dengan mereka.
b. Tanggung Jawab: Sebagai fasilitator, bertanggungjawab terhadap rencana yang sudah dibuat, apa yang dilakukan, dan bagaimana hal ini membawa pengaruh pada isi, partisipasi dan proses pada pembahasan itu. Fasilitator harus sensitif terhadap bagaimana dan seberapa besar para peserta bersedia dan mampu memikul tanggungjawab pada setiap pertemuan atau pelatihan. Melalui pengalaman, para peserta dapat belajar memikul tanggungjawab yang semakin besar.
c. Kerjasama: Fasilitator dan para peserta bekerjasama untuk mencapai tujuan bersama mereka. Fasilitasi/memandu adalah sesuatu yang dilakukan oleh seseorang bersama dengan sebuah kelompok.
d. Kejujuran: Fasilitator harus jujur terhadap peserta dan dirinya sendiri menyangkut apa saja yang menjadi kemampuan fasilitator.
e. Kesamaan Derajat: Fasilitator menyadari bahwa dia dapat belajar dari para peserta sebesar apa yang mereka bisa pelajari dari fasilitator.

Fasilitator tidak pernah memberikan informasi atau memberikan jawaban terhadap pertanyaan yang menyangkut isi materi kepada kelompok peserta. Ini berbeda dengan seorang narasumber yang selalu memberikan informasi dan menjawab pertanyaan yang menyangkut isi materi pembelajaran. Dengan demikian apabila latar belakang pendidikan seorang fasilitator berbeda dengan isi materi yang dibahas sebenarnya tidak ada masalah asal dia menguasai teknik fasilitasi yang efektif. Apabila kelompok peserta memerlukan orang yang ahli untuk menjawab pertanyaan atau memecahkan masalah yang berkaitan dengan isi materi pertemuan/pembelajaran, fasilitator dan kelompok itu bisa mengundang seorang atau beberapa narasumber yang ahli di bidang materi yang dibahas.
Dalam mengatur lingkungan fisik ruang belajar fasilitator dapat meminta bantuan dan berkerjasama dengan penyelenggara pelatihan, namun lingkungan sosial sangat ditentukan oleh kemampuan individu fasilitator.
Seorang Fasilitator memiliki fungsi dan peranan untuk selalu memusatkan perhatian pada seberapa baik peserta pelatihan bekerjasama. Hal ini ditujukan untuk memastikan bahwa peserta sebuah pelatihan dapat mencapai tujuan mereka dalam pelatihan tersebut.
Fasilitator sebaiknya memberikan kepercayaan kepada masing-masing peserta belajar untuk dapat memikul tanggungjawab bersama atas apa yang terjadi dalam proses belajar. Tanggung jawab itu, antara lain:
a. Memanggil para peserta untuk mengingatkan mereka akan jadwal pertemuan berikutnya.
b. Menjamin bahwa setiap peserta mempunyai kesempatan untuk memberikan sumbangan pada sebuah diskusi.
c. Meninjau dan mengetahui bahwa agenda yang disusun bertujuan untuk melayani tujuan dan kepentingan peserta pelatihan dan pelatihan itu sendiri.

3. PAMONG
Pamong belajar adalah Pegawai Negeri Sipil yang diberi tugas, tanggung jawab, wewenang dan hak secara penuh oleh pejabat yang berwenang untuk melaksanakan kegiatan belajar mengajar dalam rangka pengembangan model dan pembuatan percontohan serta penilaian dalam rangka pengendalian mutu dan dampak pelaksanaan program pendidikan luar sekolah dan pemuda serta olahraga. Pamong Belajar dibedakan menjadi dua yaitu:
a. Pamong Belajar Terampil
Pamong belajar terampil adalah jabatan fungsional Pamong Belajar yang tugasnya melakukan kegiatan belajar mengajar, penilaian, dan melaksanakan sebagai kegiatan pengembangan model berdasarkan keterampilan yang dimiliki.
b. Pamong Belajar Ahli
Pamong belajar ahli adalah jabatan fungsional pamong belajar yang tugasnya melakukan kegiatan belajar mengajar penilaian dan melaksanakan kegiatan pengembangan model berdasarkan keahlian yang dimiliki.
Tugas Pokok Pamong Belajar Ahli
1) Melaksanakan pengembangan model program pendidikan luar sekolah, pemuda dan olahraga.
2) Melaksanakan kegiatan belajar mengajar dalam rangka pengembangan model dan pembuatan percontohan program PLSPOR.
3) Melaksanakan penilaian dalam rangka pengendalian mutu dan dampak pelaksanaan program PLSPOR.
Pamong Belajar SKB merupakan tenaga kependidikan UPT Dinas Pendidikan dan memiliki posisi strategis dalam pelaksanaan program PNF. SKB memiliki tugas dan fungsi membuat percontohan program dan mengendalikan mutu serta sebagai pusat informasi dalam bidang Diklusepora, dengan sasaran program ditujukan kepada mereka yang sebagian besar masyarakat miskin, tidak bermatapencaharian, korban PHK, putus sekolah dan tidak memilik keberdayaan untuk bangun dari penderitaannya.Hal tersebut menuntut pamong belajar untuk memiliki berbagai macam kemampuan dalam menjalankan tugas profesionalnya di lapangan.
Seorang pamong belajar dituntut minimal memiliki tiga kompetensi utama yaitu:
a. Kompetensi Profesional
Dengan demikian kompetensi profesional pamong belajar berdasar pada kepercayaan dan kewenangan yang diberikan oleh pejabat berwenang dengan dilandasi kualifikasi dan kemahiran yang diperoleh melalui pendidikan yang sesuai dan dinyatakan dengan ijazah, minimalnya memiliki kompetensi:
1) Menguasai landasan kependidikan:mengenal tujuan pendidikan untuk pencapaian tujuan pendidikan nasional, mengenal tugas dan fungsi SKB/BPKB dalam masyarakat, mengenal prinsip-prinsip pendidikan luar sekolah.
2) Mampu menyusun program pengajaran, bimbingan dan latihan.
3) Menguasai bahan pengajaran, bimbingan dan latihan.
4) Mampu melaksanakan program pengajaran, bimbingan dan latihan.
5) Mampu menilai kegiatan yang telah dilaksanakan.

b. Kompetensi Personal
Kompetensi personal adalah kemampuan seorang pamong belajar untuk dapat bersikap dan bertingkah laku sesuai dengan nilai-nilai yang ada di masyarakat, yang dapat diteladani oleh warga belajar dan anggota masyarakat serta mampu menilai diri sendiri. Agar dapat mengembangkan manusia yang utuh, secara personal pamong belajar harus menjadi manusia yang utuh terlebih dahulu, dengan demikian secara personal pamong belajar harus:
1) Mengembangkan kepribadian : beriman dan bertakwa kepada Tuhan Yang Maha Esa, berbudi pekerti luhur, memiliki pengetahuan dan keterampilan, sehat jasmani dan rohani, berkepribadian mantap dan mandiri serta memiliki tanggung jawab kemasyarakatan dan kebangsaan.
2) Berperan sebagai agen moral dan politik: turut membina moral masyarakat, warga belajar serta menunjang upaya-upaya pembangunan.
3) Menjadi model/teladan: memberi contoh yang baik pada warga belajar dan masyarakat.
4) Berpikir kritis analitis: mampu menemukan peluang dalam kesulitan.
5) Memiliki sifat-sifat kepemimpinan : Ing Ngarso Sung Tulodo, Ing Madya Mangun Karso dan Tut Wuri Handayani.
6) Memiliki kebiasaan untuk bekerja keras.
7) Mau dan mampu untuk belajar terus untuk meningkatkan kemampuan profesionalnya.

c. Kompetensi Kemasyarakatan
Yang dimaksud kompetensi kemasyarakatan adalah kemampuan menempatkan diri sebagai anggota masyarakat dan dapat mengembangkan hubungan yang baik dan harmonis serta dapat bekerjasama kaitannya dengan kompetensi kemasyarakatan dimaksud dalam rangka mencapai Optimalisasi pelaksanaan program Diklusepora di lapangan, seorang pamong belajar dituntut untuk dapat mensosialisasikan peran fungsi SKB/BPKB dan program program Diklusepora ke masyarakat dan mampu menjaring kemitraan yang bersifat aliansi strategis maupun aliansi lisensi.
Dengan demikian maka seorang pamong belajar hendaknya :
1) Mampu berinteraksi dengan rekan sejawat dan masyarakat.
2) Dapat berkomunikasi dengan siapa saja.
3) Punya kepedulian serta memiliki kemampuan untuk melakukan analisis lingkungan mampu melihat potensi masyarakat, melihat sarana/prasarana yang dimiliki dan mampu melihat problema yang ada di masyarakat.
4) Memiliki kemampuan menjalin kerja sama dengan lembaga dan instansi lainnya.

d. Kompetensi lainnya
1) Menguasai bahasa Inggris sebagai bahasa resmi internasional.
2) Memiliki kemampuan aplikasi computer.
3) Memiliki kemampuan mengakses informasi secara cepat.
4) Mampu melakukan penelitian secara sederhana.

Visi Misi Pamong Belajar
a. Pembimbing membantu warga belajar mengatasi kesulitan dalam proses belajar.
b. Motivator, berupaya menciptakan lingkungan yang menantang warga belajar agar mau melaksanakan kegiatan belajar.
c. Komunikator, melakukan komunikasi dengan warga belajar dan masyarakat.
d. Inovator, turut menyebarkan usaha pembaharuan kepada masyarakat.
e. Organisator, mengelola, kelompok belajar sehingga proses pembelajaran berhasil.

Posted in Uncategorized | Leave a comment

Visi dan misi pendidikan luar sekolah jember

Visi

    melaksanakan Dan Meningkatkan Pendidikan Yang Berkualitas,menyiapkan Tenaga Akademik Profesional Yang Mampu Mengembangkan Pengetahuan,ketrampilan Dan Sikap Individu/masyarakat Dalam Memahami Dan Memanfaatkan Potensi Lingkungan Guna Mamperbaiki Kualitas Hidup,serta Mengembangkan Jaringan Kerjasama Dengan Berbagai Pihak.

Misi

Berupaya Mewujudkan Masyarakat Yang Gemar Belajar Dan Bekerja Melalui Program Pendidikan Luar Sekolah Serta Mengembangkan Ide-ide Bagi Kebijakan Nasional Di Bidang Pendidikan.


Posted in Uncategorized | Leave a comment

PENDIDIKAN LUAR SEKOLAH (ANDRAGOGI)

homeschooling yang ingin mengintegrasikan pendidikan anak-anaknya dengan sistem pendidikan nasional yang diterapkan di Indonesia.

Pendidikan kesetaraan meliputi program Paket A setara SD, Paket B setara SMP, dan Paket C setara SMA. Definisi setara adalah “sepadan dalam civil effect, ukuran, pengaruh, fungsi, dan kedudukan.”

Gambar : salah satu kegiatan pendidikan kesetaraan

Ketentuan mengenai kesetaraan ini diatur dakan UU No. 20/2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional, pasal 26, ayat (6):

“Hasil pendidikan nonformal dapat dihargai setara dengan hasil pendidikan formal setelah melalui proses penilaian penyetaraan oleh lembaga yang ditunjuk oleh Pemerintah atau Pemerintah Daerah dengan mengacu pada standar nasional pendidikan

Kegiatan paket-paket pendidikan kesetaraan dirancang untuk peserta didik yang berasal dari masyarakat yang kurang beruntung, tidak pernah sekolah, putus sekolah dan putus lanjut, serta usia produktif yang ingin meningkatkan pengetahuan dan kecakapan hidup, dan warga masyarakat lain yang memerlukan layanan khusus dalam memenuhi kebutuhan hidupnya sebagai dampak dari perubahan peningkatan taraf hidup, ilmu pengetahuan dan teknologi.

Posted in Uncategorized | Leave a comment